Jumat, 14 Juni 2019

Sekali lagi..



Sekali lagi, hatiku patah mematah. 

What can I do for myself? Again. 


Entahlah. Ujian ini terlalu berat buatku. Ini fase hidup. Ini sebuah perjalanan. Dan belum selesai.

Aku marah. Marah pada diri sendiri.

Kepercayaanku dihancurkan, aku tak peduli lagi rasa sakitnya. Hatiku kebal dan kebas. Namun hatiku tidak diciptakan untuk membenci ataupun mendendam pada masa lalu. Pada seseorang yang kembali menghancurkan pertahanan terbaikku.

Semuanya salahku karena aku mengizinkan untuk jatuh cinta pada orang yang belum tepat. Pada orang yang tidak bisa menghargai dan menjaga sebuah kepercayaan yang sudah diberikan padanya. 

Ini hatiku, dan membiru.

Life is like a roller coaster! Aku tahu itu. Dan aku paham betul, Allah maha membolak balikkan hati kita. Setiap detik.

Ego. Ayo pergi jauh! 

Hmm.. Setelah berpikir panjang, menimang nimang konsekuensi. Pada akhirnya aku paham bahwa, "Memaafkan adalah cara terbaik untuk sembuh."

Mengiklaskan dan menerima takdir dengan hati. Karena waktu sangat berharga jika dihabiskan menangis semalam suntuk untuk kekonyolan ini. 

Apa yg sedang aku pilih? 

Kebahagiaan. 

Apa yg aku jalanin? 

Takdir.

Jadi ikuti saja, jalanin saja, nikmatin saja.

Sampai Allah memberikan jodoh terbaik dan melengkapi kita dengan baik.

Ya, aku sedang menunggu seseorang sederhana yang tetap duduk bersamaku ketika semua dunia mencoba meruntuhkan kakiku. 

Aku ingin memulai semuanya dari nol, bertumbuh bersama, berkembang dan saling mendukung di saat yg lain jatuh. 

Dan aku akan mencintainya dengan penuh. Janjiku. 

-SBL, 15 jun 2019-

Minggu, 09 Desember 2018

5 Hal yang ingin dilakukan di tahun 2019

special picture


“Pengalaman mengajarkan kita banyak hal..”

Bener apa bener?!

Yap! Time flies. Cuma itu yang saat ini bisa saya rasakan, waktu cepat banget berlalu. Meninggalkan kita yang makin mendewasa dan menua *uhuk!

So, I start to imagine my self again. Terakhir menulis blog desember 2016, sekarang saya memulai kembali dari awal. Mengeja makna dan menemukan kata.

Tahun 2016 hingga tahun 2018 ini sungguh ter-la-lu haha, where is my brain? #ehh

First! I love being mom and I love all the time. That’s it.

Sudah lama banget saya ‘terintimidasi’ dengan bahagia oleh rutinitas dan impian yang masih di simpan di bawah bantal. Sudah bertahun-tahun tidak ‘menulis’ dan ‘membaca’. Ini hal konyol but I’m back again! *pengumuman

Ini alasan paling syahduuu tapi *aku tuuu cintaaaaaa, jadi gimana dong muehehe

Skip. Alasan-alasan. Terus, selama saya ‘menghilang’ apa saja sih yang saya lakukan?

Too much. Merintis bisnis sesuai hobi, menyelesaikan studi, tetap konsisten kerja dengan iklas dan diniatkan ibadah, and I always do my best for my life.

Terus apa sih, 5 hal yang ingin saya lakukan di tahun depan?

Saya pernah baca yang kemudian saya twit di twitter saya, “Set your dreams for higher level. Focus strategy and focus action. Well, just do your best!”

Hal paling utama saya lakukan adalah menjadi diri sendiri. Membuat planning map lagi dan menuliskannya secara detil.

Pertama (Being a Mom)
Tetap dong jadi mommy-mommy rempong spesial buat Baby E. Mencintai dan mendidiknya dengan penuh cinta. Just being a mom? YES! Saya rasa biarpun saya pernah enggak mandi seharian karena terlalu asik meluk-meluk Baby E dari pagi buta sampai malam. Saya cukup bahagia dengan menjadi seorang Ibu.

Bukan a super mom atau a power mom. Sederhana tapi manis. Walaupun enggak mandi seharian, saya Ibu tercantik di mata anak saya*nyahaha



Kedua (Komitmen Baca Tulis)
Komitmen menulis dan membaca lagi. Komitmen adalah yang terberat! Kenapa saya bilang berat? Karena bagi sebagian besar orang, memulai dan mencapai itu adalah hal yang bisa dilakukan dengan semangat dan happy.

Berbeda dengan sebuah komitmen, karena dituntut lebih dari itu. Kita akan berusaha lebih untuk tetap melakukan hal yang sama tanpa ada rasa bosan, setiap hari.  Kita juga menjaga semangat dan mempertahankan komitmen diri sendiri untuk tidak tergoda dengan pikiran-pikiran lelah dan menyerah.

Sederhananya, komitmen = menjaga. Jadi tahun depan, saya akan menjaga rasa kepo untuk terus belajar ‘mengeja’ tanda baca dan belajar olah kata untuk menjaga agar tetap terus menulis.  

Ketiga (Home Sweet Home)
I scream out loud “home!”

Bagi saya, rumah adalah impian terbesar saya tahun depan. Kenapa saya benar-benar ingin punya rumah sendiri?

I love being mom, seperti yang sudah saya bilang sebelumnya “saya suka menjadi Ibu..”

Saya ingin memiliki dapur sendiri karena saya suka banget masak, memiliki ruang tamu yang nyaman dengan desain gordin-gordin dan sofa empuk warna biru sesuai impian saya. Saya ingin punya galeri bisnis crafting dan  punya ‘ruang’ baca sendiri. Oh, ya! Dan ruang ibadah dengan beberapa buku favorit di rak-rak cantik.

Saat memiliki impian mendesain rumah sendiri seperti ini, saya merasa inilah hal sederhana yang diinginkan setiap Ibu baru.

Ketika saya pulang, saya berharap rumah yang penuh dengan warna putih dan biru hehe.

Dengan sedikit suara gemercik air di ruang makan dan taman kecil yang sederhana di teras depan. Ah, rumahku surgaku. Semoga.

Keempat (Saving and Investation)
Investasi dan menabung. Ini penting! Menabung untuk keperluan mendadak dan investasi jangka panjang untuk masa depan. Yap, rasanya ini hal yang pasti dilakukan di tahun depan.


Kelima (Fokus Impian)
Fokus. Fokus. Fokus. Keempat hal diatas adalah prioritas di tahun depan. Saya akan fokus melakukan 4 hal ini dengan baik. No! No! Baik saja belum cukup, tapi harus lakukan yang terbaik.

Aamiin.  


With Love,
SBL

Senin, 26 Desember 2016

PROLOG: "Diary si Kembar"

 Prolog
Have a greater year ahead and keep moving up!
Up! Up! Up! Up! Rasanya dari tahun ke tahun cepat banget berlalu dan sekarang sudah masuk tahun yang lebih baru lagi nih.. \(^_^)/
Dan jreng! Jreng! Jreng! Saya sudah menuliskan beberapa resolusi tahun baru lagi hehe. Padahal, setelah diintip *sekali lagi* ternyataaaa masih saja ada beberapa bagian resolusi tahun lalu yang belum terwujud. Ahh, inilah yang namanya hidup kawan.. *Beneran! Saya tiba-tiba jadi jago ngeles kalau ditanya soal ini :p
Oh ya, dalam space ini saya ingin me-reload semangat saya. Membuat dan merancang tentang impian adalah bagian yang paling menyenangkan. Wohoo! Wish a little wish. Hope a simple hope. Dream a happy dream!
Kalau kata @MotivaTweet dalam cuap singkatnya di twitter. Bikin IMPIAN itu sebaiknya DETIL. Bukan sekedar mobil misalnya. Tapi detilkan warna, merk, diameter velg, audio, video, dll. Nah, saya setuju banget soal itu dan makanya saya bagikan juga di space pengantar sebagai prolog buat membangkitkan semangat kamu!
Saya setuju, kalau semakin detil impian kita. Maka semakin jelas bayangannya dan aksi-aksi apa yang bakal kita lakukan untuk menjadi nyata. Amin. Oh ya, nih ada contoh satu kalimat lagi yang bikin hidung saya suka kembang kempis pas dibaca saking semangatnya hehe :p
Kamu tahu tentang film 5CM atau novelnya? Bagian kalimat ini paling sering dishare oleh kawan-kawan saya di media sosial, terutama di Display Picture BB. Termasuk saya sendiri.
Mimpi-mimpi kamu,
Cita-cita kamu,
Keyakinan kamu,
Apa yang kamu mau kejar,
Biarkan ia menggantung,
Mengambang 5CM
Di depan kening kamu
Jadi dia nggak akan pernah
Lepas dari mata kamu
Dan kamu bawa mimpi dan
Keyakinan kamu itu setiap hari,
Kamu lihat setiap hari, dan
Percaya bahwa kamu BISA..
Tuhh kan, bikin jantung lompat-lompat ya atau mungkin kamu sudah pernah dan sering baca kalimat dari film 5CM ini. Nah, walaupun bagi sebagian orang lain menganggap bahwa kalimat ini biasa. Tapi jantung saya tetap saja lompat-lompat pas baca kalimat mujarab.
Dari kalimat-kalimat ajaib itu saya coba untuk praktekin dari hal kecil dan simpel. Saya coba realisasikan resolusi saya satu per satu dan kalau sedang down, biasanya kekuatan kalimat-kalimat seperti itu lumayan banget bisa memecut saya untuk segera bangkit!
Terus kalau sudah lompat-lompat jantung, apa kita bisa langsung sukses?
Ya, enggak begitu jugalah -_-. Ketika jantung sudah lompat-lompat kita enggak bisa juga menyimpulkan kalau sudah bisa langsung sukses dalam sekejap malam ya haha. Masih ada beberapa tahapan-tahapan keren yang saya [rasa] kita semua bisa melakukannya.
Pernah kan denger istilah “Bisa karena terbiasa..”
Tapi, terkadang imajinasi saya bisa ngawur juga. Bangun tidur saya mandi, ambil kertas dan tempelin tulisan IMPIAN-IMPIAN di jidat saya segede gaban hahaha. Ok, skip it -__-
Dare Yourself and Start From Yourself!
Berani memulai yang paling sederhana adalah mencoba melepaskan dan menyelesaikan  beberapa hal yang membuat pikiran dan tubuh kita sering merasa ribet dan kacau.
Misalnya nih, kita masih suka berpikir bahwa kita adalah orang yang paling jelek nasibnya. Dan, mulai sekarang coba deh kita keluar dari out of box kita, berjalan dengan hal-hal baru dan mulai menata beberapa hal kecil yang bisa kita selesaikan.
Mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk kita dan memperbanyak melakukan hal-hal positif. Contoh konkritnya, for example ya.. sehabis baca buku kita suka maleeeees banget balikin buku ke raknya atau habis mandi paling hobi lempar-lempar handuk basah di sembarang tempat hehe *Hayo ngaku, siapa itu?!
Nah, mulai sekarang kita coba hal baru untuk mulai mendisiplinkan diri meletakkan buku di rak kalau sudah selesai baca dan meletakkan handuk basah di tempatnya. Well done, itu contoh hal sederhana.
Tau enggak?
Kalau dari hal kecil saja kita sudah terbiasa disiplin. Insha Allah deh, kita bisa melakukan perubahan-perubahan baik dalam diri kita dan bisa bebas berekspresi sekaligus mengekplorasi diri lagi. Upgrade your self! Yeas, me and my twin juga lagi up! Up! Up! Hihihihi..
YAP! Selamat Tahun Baru di bulan baru dan ucapkan welcome to Resolusi Baru!!! Dan saya juga mau mengucapkan selamat membaca hari-hari konyol si kembar. Semoga menginspirasi. 

With Love,


TUGAS KEDUA: "Diary Si Kembar"


DAFTAR ISI: 
"Diary Si Kembar.."
BAB 1             Resolusi Tahun Baru
BAB 2             Dare to Inspire
BAB 3             Imagine It’s Possible
BAB 4             Katalog Masa Depan
BAB 5             Everyday is Holiday
BAB 6             I Choose to Fight For My Future
BAB 7             Designer Junk
BAB 8             Friends Are Like Stars...
BAB 9             Free Your Mind
BAB 10           Read Your Passion
BAB 11           Buh-Bye, Fear!
BAB 12           The Brave Soul
BAB 13           Bikin Peluang Sendiri Itu Asyik
BAB 14           Pengusaha Pemula VS Pengusaha Muda
BAB 15           Rumah Tumbuh
BAB 16           Follow Your Passion

Sabtu, 24 Desember 2016

JANGKAR: Prolog (1-5)

“Driiittt” telepon genggamku berbunyi saat otak mulai dirasuki dialog-dialog jenuh dari dalam kepalaku sendiri. Ada sms masuk. Mataku mulai terbelalak! Ada sms dari teman kerjaku, si Faris

“San.. jadi kan persiapan untuk pemotretan bareng model-model baru itu pukul 3 sore ini, di studio? Oh ya, jangan lupa bawa kostum karyamu itu ya..”

Aku menepuk jidatku sendiri. Aih, bagaimana mungkin aku lupa soal jadwal pekerjaanku satu itu. Dan aku malah sibuk melamun di depan tv dengan segala macam buku di tangan. Aku bahkan berencana akan menghabiskan waktu untuk menangis sampai makan malam.

Aku mulai sedikit gelagapan. Mataku semakin melotot melihat jam di sebelah kiri kursi yang duduk manis di atas meja. Spontan saja aku melompat dari kursi empukku sambil membalas sms kilat dari Faris.

“Ya, tunggu aja di sana. Sekarang aku di jalan!” Aku berbohong demi waktu. Jari-jari tangan mulai mengetik cepat di tuts-tuts kecil telepon selulerku.

Aku membuka lemari di kamar dengan terburu-buru. Membawa perlengkapan baju untuk pemotretan sore ini. Kaus oblong v-neck putih dengan denim pendek cukup membuatku tampak lebih bersemangat di jalanan yang bakal macet.  Saat ini aku cuma butuh dompet, telepon genggam, dan kunci mobil. Hap! Aku berlari secepat kilat, melesat sambil meraih ketiga benda penting itu di atas meja kamarku.
***
Setiap kali seseorang berubah perasaannya pun berubah, itu artinya  bahwa cinta yang dibagi bersama bisa berubah dan menjadi tidak nyata.

Kata Naora, saudara kembarku. Hal paling sederhana dan dekat adalah ketika seseorang bertumbuh, maka mereka akan tumbuh bersama.

Kecuali diri
ku, ya kecuali diriku. Perasaanku akan tetap kerdil dan sempit kalau terus-terusan menimbun kenangan buruk, pikirku. Iya, aku bahkan menjadi lamban dan penghuni tetap masa lalu.

Jalanan macet. Otakku mulai ikutan macet. Napasku tersengal-sengal meski waktu baru saja bergulir lima belas menit. Mobilku terjebak di antara orang-orang yang sibuk dengan dirinya sendiri. Sama seperti diriku juga.

Ini perjalanan yang tidak sempurna. Tidak ada turbulensi yang membuat diriku seperti tersengat listrik ribuan volt. Oh, ya. Bukan. Maksudku tidak ada yang membuat aku jatuh cinta akhir-akhir ini. Termasuk jatuh cintaku pada kemacetan jalan raya. Kakiku pegal! Menyeimbangkan kopling dan gas di tengah macet seperti ini rasanya ingin kabur ke planet-planet lain tanpa nama. Planet yang bebas macet tanpa penduduk sepadat ini.

Di seberang lampu merah, ada beberapa anak penjaja koran, beberapa penjual makanan ringan seperti permen, keripik ubi pedas, dan pengemis musiman. Sepuluh menit terjebak di lampu merah saja rasanya seperti sepuluh tahun. Dan pukul tiga sore ini aku sudah harus berada di studio dengan busana berbeda.

Membawa kostum-kostum design terbaruku sendiri hal itu memang cukup terlihat seksi sebagai designer pemula apalagi seperti diriku. Padahal penilaianku sendiri justru masih nol besar, aku harus lebih banyak belajar dan bertahan pada satu passionku. Design.

Bagiku pembelajaran di waktu kuliah rasanya belum untuk mengimplementasikan secara utuh, karena pada kenyataannya terjun ke lapangan adalah cara bagaimana kita belajar teori-teori kuliah sesungguhnya. Konsumen dan produk. Dua hal penting yang tak pernah bisa dipisahkan, simbiosis mutualisme.   

Lampu merah membela diri ketika aku mulai garang. Lampu merah tampak lebih angkuh dan aku tak mau tahu itu. Bersama-sama pengemudi lain yang mengeluh, cahaya-cahaya pendar merah tidak terlihat penuh. Aku benar-benar sudah jenuh dengan kemacetan ini.  

Hanya ada beberapa anak lampu merah yang boleh mengisi panggung lalu lintas. Mereka yang terjebak hanya boleh diam bagai patung manekin beku. Kini giliranku dan sama seperti mereka. AC mobilku boleh saja sedang merajuk karena tidak begitu membantu menyejukkan tubuh. Tapi entahlah, sepertinya lama-lama tubuhku mulai beradaptasi. Mataku mengajak untuk berpetualang ke arah trotoar, mengamati kehidupan yang sedang berjalan. Pepatah lama ini sepertinya cocok dipakai pada situasiku saat ini. Daripada aku merutuki gelap lebih baik menyalakan lilin, kan?

“Korannya, mbak?” Aku membuka jendela mobil sambil melambai sopan.

“Ya, dik. Berapa?”

“Seribu aja mbak. Udah sore, jadi ngabisin koran aja. Mau mbak

“Oh ya, iya! Mbak minta satu ya..”

Anak itu mengulurkan koran yang ku pinta. Mata anak itu jernih meski bajunya  sudah berwarna kecoklatan buram karena usang dan tubuhnya menyeruak aroma khas matahari menyengat. Aku cepat-cepat memberikan hak anak itu. Membayar dengan uang selembar ribuan. Dan menutup jendela mobilku lagi. Ya, aku takut kriminalitas saat di lampu merah. Lebih baik waspada, kan? Daripada terjadi apa-apa. Mungkin, akan ada kejadian aneh. Contohnya, anak-anak punk atau pemecah kaca jendela. Ohh, pikiranku jadi ngawur kan.  

“Sreet..” suara kertas-kertas koran.

Oke, koran itu hanya sebuah alasan agar aku bisa menyelundup dan bebas menghirup aroma kehidupan jalan. Meski diam-diam menyukai sensasi aroma jalanan, aku harus tetap waspada. Aku hanya sekedar memancing perasaan apatisku terhadap lingkungan. Melihat aksi reaksi seperti bola-bola api yang direndam dengan air dingin. Apatisnya kini membeku.

Sekarang, lampu merah berganti dengan indah. Aku bebas. Kakiku menginjak pedal gas dan melaju dengan pasti ke studio Faris.

Ini sebuah lilin warna merah dan aku menyalakannya!

***

Di studio yang sudah di design sesuai tema pemotretan majalah Life minggu ini, Faris sibuk mengatur empat orang perempuan semampai yang akan ditemani olehku. Mereka berempat akan dipotret untuk tema go green di majalah Life minggu ini bersama dengan diriku.

Lalu aku berlari cepat ke lantai atas, studio Faris. Membawa beberapa kostum milikku dari dalam mobil. Jari telunjukku memencet tombol Lift menuju lantai ketiga.

Di studio.

Ada dua pohon besar terbuat dari streofoam sebagai alat bantu pemotretan kali ini. Cahaya lampu menyerupai matahari pagi yang penuh. Daun-daun kering yang berserakan di lantai, dan kostum siffon berwarna hijau dalam genggamanku. Beberapa model baru yang sedang berdiri di tengah-tengah ruangan studio tampak seperti bidadari yang tersesat di hutan hujan buatan.   

“Halooooo semuanya,” Aku membuka semangat pada rekan-rekan kerjaku. Aku harus professional. Perasaan jengkelku terhadap macet harus kutinggalkan di luar ruangan.

Empat model semampai, satu fotographer bernama Faris dan ruang studionya. Kami berenam di ruangan penuh kreatifitas ini. Dan semuanya tampak riuh di tambah satu make up artist bernama Dea yang ramah. 

Aku memberikan lima kostum dengan model berbeda-beda yang selesai aku design sebulan yang lalu dan dijahit oleh penjahit langgananku untuk tema majalah Life kali ini. Pilihan warna hijau akan membuat mereka berempat setidaknya lebih go green. Tema yang ironis memang tapi cukup sesuai untuk menyadarkan kita, bagaimana cara kita hidup yang tidak ramah lingkungan beberapa tahun terakhir ini. Sisa satu kostum terakhir untukku.

Ketua redaksi meminta tema ini harus diangkat berulang-ulang agar orang bisa saling mengingatkan dan membenahi lingkungan. Ide bagus, tinggal menunggu dampak positifnya saja. We’ll see and enjoy.

Mataku  tertuju pada kursi kosong lalu menyeretnya pelan-pelan ke arah meja rias, bergabung bersama mereka. Dea langsung mendekatiku, meminta izin untuk merias. Wajahku dirias sama seperti mereka berempat. Kali ini, giliranku yang terakhir. Perlahan, kupejamkan mataku.

“Kamu cantik banget, Sandra.” Tiba-tiba Dea memuji saat aku tengah asik melamun.  

“Ehehehehee..” aku hanya membalasnya dengan tawa kecil yang tersipu dan sopan.

By the way, gimana naskah di rubrik kamu minggu ini tentang go green? Fashion dengan kulit hewan dan bulu hewan yang dijadikan objek fashion yang paling diminati dan menjadi tren saat ini tapi majalah Life malah mengangkat tema ‘hutan hujan’, apakah itu tidak berlawanan?” Dea langsung menembak obrolan.

“Emh..,” kalimatku menggantung, kata-kata sudah di ujung lidah. Ada beberapa kalimat yang sedang berkemas ke dalam dada. Dea ternyata cukup peduli tentang hal ini. Pemikirannya menarik, membuatku ingin menyampaikan beberapa opsi lain.

Dea menyisir rambutku pelan dan rapi.  Mata Dea menuntut jawaban dariku. Aku mengintip dari celah kelopak mataku dan berpura-pura menenangkan diri sebelum pemotretan.

Aku menarik napas dalam-dalam, memikirkan ulang kata-kata yang ingin aku keluarkan.

“Bagaimana kalau para perempuan bisa mengalihkan kulit ular atau bulu macan dengan bahan-bahan tiruan?” Aku mengajaknya berdialog dua arah, memberi jebakan pertanyaan pada Dea.

“Tiruan?! Imitasi doong, mana mungkin perempuan branded menyukai kulit-kulit tiruan apalagi para perempuan yang menjunjung tinggi mode, San..mata Dea berkobar, tangannya masih memulas wajahku. Aku tertohok, geli. Menertawakan diriku sendiri.Tapi Dea benar.

“Ahahahaha,” tawaku meledak, aku terbahak. Bibirku terbuka lebar dan membuat lipstik yang dibaurkan oleh Dea sedikit berlepotan di ujung bibir. Ini seperti senjata makan tuan. Pertanyaan itu untuk diriku sendiri.

“Lah, iya doong San. Kecuali ya, perempuan yang memang budgetnya sedikit untuk mengikuti mode. Mungkin, hanya seribu satu yang alasannya adalah bagian dari go green, tidak merusak dan membunuh rantai ekosistem. Kalaupun ada, masih banyak sebagian perempuan menganggap mereka tidak mampu memenuhi  tuntutan mode.” Dea nyerocos panjang lebar sambil membenahi rambut sasakku.

“Bisa jadi, tapi ya jangan ngotot gitu ahh haha. Udah ada kok, beberapa seleb yang memberikan contoh baik di dunia mode tentang kulit dan bulu hewan yang dijadikan bahan-bahan rancangan mode untuk enggak digunakan lagi.”

“Iya  deh,” Dea menyerah, bahunya diangkat sungkan.

“Ok, aku ambil gambar dulu ya. Trims make up nya. Aku suka sama eye shadow hijau seperti ini..”

“Yup! Sama-sama San. Kamu pakai eye shadow warna apapun matamu tetap terlihat hidup kok. Jiwamu itu punya karakter! Berbeda di antara model-model lain. Kamu beda San!”

“Iya jelas beda dari mereka haha. Aku kan karyawan di majalah Life ini, model loh bukan bintang tamu.” Aku terbahak lagi, tapi kali ini aku berhati-hati agar lipstik yang cantik ini tidak berlepotan di garis-garis bibirku.

“Sekaligus pengurus rubrik dan designer,” timpal Dea sekenanya.

Designer bau kencur haha!” tawaku makin terbahak.

Ahahahaha, ada-ada aja kamu San..” tawa Dea membahana di ruang make up.

Dea menganggap diriku seorang perempuan enerjik yang cantik bahkan lebih, punya apa yang paling diinginkan banyak perempuan. Kemandirian. Tapi bagiku, aku sedang kerdil dan kalah berperang dengan diriku sendiri. Aku ini pengecut. Dan aku menyembunyikan ketakutan-ketakutan itu serapat mungkin. Hanya aku yang boleh tahu tentang perasaan terdalamku. Bahkan tanda baca pun tak akan mendengar ketika aku membicarakan soal ini.

Aku beranjak dari kursi. Mengintip ke ruang sebelah. Mereka berempat sudah merapikan kostum dan terlihat menawan dengan make up lengkap. Mata berbinar dan senyuman-senyuman kekal.  

Selesai dirias, aku mengenakan kostum siffon hijau panjang. Surai-surai lembut ini akan membuat efek dramatis setelah difoto. Eksotis. Aku merasakan foto ini akan mengeluarkan aura naturalis dari setiap karakter wajah empat teman kerjaku saat ini.

Seminggu lalu aku mengenal mereka, teman satu frame untuk tema minggu ini.

Selain Dea, teman yang ramah dan paling sering kutemui di kantor redaksi sebagai make up artist. Ternyata mereka berempat juga ramah, yang jelas cantik dan mempunyai postur lebih semampai dari tubuhku sekitar 5 inci. Tinggiku hanya 170cm dan mereka semampai padat berisi. Dua dari mereka, Kiren dan Jalu mempunyai kulit cokelat, bermata lebih besar dan bulat.

Hanna, berkulit kuning langsat dan mempunyai rambut hitam yang halus. Anin, adiknya yang juga seorang model. Mereka bersaudara, bagian dari finalis model majalah remaja tahun lalu dan reputasi mereka sebagai model cukup bagus sebagai pendatang baru.

Aku bersemangat sekali kerja satu frame bersama mereka, senyumku mengembang seperti adonan kue yang diberi ragi. Pohon-pohon buatan ini seperti ingin ku makan. Aku suka bagian pekerjaanku yang satu ini seperti saat aku mengenggam pensil warna dan menulis rubrik.

Kini kami berlima mengatur posisi sesuai arahan Faris. Anin dipojok sebelah kanan hampir menyatu di pohon streofoam, Hanna di tengah, lalu aku diatur untuk berdiri memegang remah-remah daun dan siap melepaskannya ke udara. 

Sisanya Kihara, gadis berambut gelombang dengan wajah eksotis khas Indonesia. Dan bagian lain yang kosong diisi oleh Alya si gadis bermata binar dengan bibir mungil yang penuh. Kita diatur seperti penta. Ini pengalaman pemotretan ketiga buatku, ini keren!


“Tiga! Dua! Satu! Take!!


...Bersambung...